A. LATAR BELAKANG
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2015 yang
telah berlalu ternyata masih menyisahkan beberapa catatan perseoalan yang tak
kunjung selesai bagi pasangan calon kepala daerah yang merasa belum memperoleh
keadilan dan kepastian hukum. Hal ini terbukti dari fakta perkara-perkara yang
sedang ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimana sekitar
belasan pasangan calon kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia yang
mengikuti pilkada tahun 2015 mengajukan gugatan terhadap Menteri Dalam Negeri
RI (Mendagri) yang mengeluarkan surat keputusan (SK) pengangkatan dan
pengesahan kepala daerah.
Permasalahan yang timbul bagi para pasangan calon
kepala yang mengajukan gugatan tersebut yakni respon Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta yang menggunakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, untuk menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan tersebut dengan
alasan bahwa pengadilan tata usaha negara tidak berwenang memeriksa dan
mengadili gugatan tersebut.
Atas permasalahan tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal
62 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 maka para pasangan calon kepala
daerah tersebut mengajukan gugatan perlawanan atas penetapan Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan
hukum yang ingin dikaji oleh penulis dalam penulisan ini yakni apakah Pengadilan
Tata Usaha Negara berwenang menguji keputusan Menteri Dalam Negeri RI tentang
pengangkatan dan pengesahan kepala daerah ?
C. PEMBAHASAN
1. SK MENDAGRI TENTANG PENGANGKATAN DAN
PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KONTEKS SENGKETA TATA USAHA NEGARA
Pengertian sengketa tata usaha negara berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yakni dikutip sbb :
“Sengketa Tata
Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa sengketa tata usaha negara terdiri dari unsur-unsur, sbb :
1.
Pihak yang bersengketa yakni orang atau badan
hukum perdata selaku Penggugat melawan badan atau pejabat tata usaha negara dan
2.
Yang menjadi objek sengketa yakni keputusan tata
usaha negara.
Unsur
sengketa tata usaha negara tersebut apabila dihubungkan dengan fakta gugatan
yang diajukan oleh pasangan calon kepala daerah terhadap SK Mendagri tentang pengangkatan
dan pengesahan kepala daerah, maka unsur pertama berupa pihak yang bersengketa telah
terpenuhi karena Penggugat adalah pasangan calon kepala daerah yang merupakan
subjek hukum orang, sedangkan Mendagri sebagai Tergugat adalah pejabat tata
usaha negara. Sebagaimana diketahui pengertian Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yakni badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dari aspek
objek sengketa berupa SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala
daerah, dapat disimpulkan bahwa SK tersebut merupakan keputusan tata usaha
negara karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9
Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yang dikutip, sbb :
“Keputusan Badan atau Keputusan Tata Usaha
Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat
tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundangundangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata”
SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala
daerah merupakan keputusan tata usaha negara yang bersifat kongkret kongkret karena keputusan tersebut benar-benar
nyata tertulis dan tidak bersifat abstrak.
Di sisi lain SK Mengadri tersebut bersifat
individual, karena dalam keputusan tersebut jelas diperuntukkan kepada nama
yang tertera dalam keputusan tersebut. Adapun SK Mendagri
tersebut bersifat final, karena SK tersebut telah menimbulkan akibat hukum
dan tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut.
Bahwa sebagaimana diketahui dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 juga memberikan
pengecualian tentang sebuah keputusan tata usaha negara yang dapat
disengketakan di pengadilan tata usaha negara yakni sbb :
1.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
perbuatan hukum perdata;
2.
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum;
3.
Keputusan Tata Usaha Negara yang masih
memerlukan persetujuan;
4.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum
pidana;
5.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
6.
Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
7. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat
maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum
Bahwa dari
ketujuh pengecualian tersebut, maka yang terkait dengan pilkada yakni Keputusan
Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan
umum.
Tentunya ketentuan
tersebut apabila dihubungkan dengan gugatan yang diajukan oleh pasangan calon
kepala daerah tersebut maka sangat jelas bahwa yang menjadi objek sengketa adalah
SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, bukan keputusan
panitia pemilihan (KPU). Dengan demikian maka objek sengketa tersebut bukanlah
jenis keputusan yang dikecualikan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tersebut.
Berdasarkan analisa tersebut di atas maka SK Mendagri
tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah merupakan SK yang dapat disengketakan
di pengadilan tata usaha negara.
2. SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG
PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN SENGKETA TATA
USAHA NEGARA PEMILIHAN
Uraian ini perlu dikaji oleh penulis
mengingat dalam salah satu pertimbangan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, pada pokoknya menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 153 dan
Pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, maka pengajuan gugatan
atas sengketa tata usaha negara pemilihan yakni ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Jakarta setelah seluruh upaya administratif di bawaslu Propinsi dan/atau
Panwas Kabupaten Kota telah dilakukan.
Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dikutip,
sbb :
Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pemilihan
merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau
KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sengketa tata usaha negara
pemilihan yakni :
1)
Sengketa
antara antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota
2)
Objek sengketa
adalah Keputusan KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota.
Dengan demikian
maka apabila yang digugat adalah SK
Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, maka sengketa tersebut bukan merupakan sengketa
tata usaha negara pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015, karena Tergugat dalam perkara tersebut bukan KPU dan objek sengketa dalam perkara tersebut bukan surat keputusan KPU.
Berdasarkan analisa tersebut di atas maka SK Mendagri
tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah merupakan SK yang dapat disengketakan
di pengadilan tata usaha negara.
3. SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG
PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN TAHAPAN
PILKADA
Bahwa adapun
dalam salah satu pertimbangan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta, pada pokoknya menyatakan objek sengketa (SK Menteri
Dalam Negeri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah) adalah
Keputusan Menteri Dalam Negeri RI mengenai rangkaian proses pemilihan
Kepala Daerah Tahun 2015 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
khususnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 jo Undang-Undang No, 8 Tahun 2015;
Menanggapi pertimbangan
tersebut, penulis berpandangan bahwa secara hukum rangkaian tahapan proses
pilkada telah diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang
No. 1 Tahun 2015 yang dikutip sbb :
“(1) Pemilihan diselenggarakan
melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan
program dan anggaran;
b. penyusunan
peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c. perencanaan
penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan
pelaksanaan Pemilihan;
d. pembentukan
PPK, PPS, dan KPPS;
e. pembentukan
Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f.
pemberitahuan dan pendaftaran pemantau
Pemilihan; dan
g. penyerahan
daftar penduduk potensial Pemilih.
(3)
Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendaftaran
bakal Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
b. Uji Publik;
c. pengumuman
pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
d. pendaftaran
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
e. penelitian
persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
f.
penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan
Calon Walikota;
g. pelaksanaan
Kampanye;
h. pelaksanaan
pemungutan suara;
i.
penghitungan suara dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara;
j.
penetapan calon terpilih;
k. penyelesaian
pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
l.
pengusulan
pengesahan pengangkatan calon terpilih”
Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas maka tahapan akhir dari rangkaian proses
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh KPU, yakni sampai
pada “pengusulan
pengesahan pengangkatan calon
terpilih”.
Dengan demikian maka tindakan pengesahan dan
pengangkatan kepala daerah adalah rangkaian terpisah yang menjadi kewenangan
mutlak Menteri Dala Negeri dengan memperhatikan seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Oleh karenanya apabila dalam penerbitan SK pengesahan
dan pengangkatan kepala daerah, mendagri mengabaikan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka SK tersebut
dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.
4. SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG
PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN YURISPRUDENSI
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TENTANG KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Bahwa
berdasarkan penelusuran penulis maka terdapat beberapa yurisprudensi dari
perkara-perkara gugatan perlawanan yang pernah diperiksa dan diputus di
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan amar pada pokoknya yakni
membatalkan penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan menyatakan
pengadilan tata usaha negara berwenang memeriksa dan mengadili SK
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang pengangkatan dan pengesahan kepala
daerah.
Adapun yurisprudensi tersebut yakni :
a. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Nomor 09/PLW/2012/PTUN-JKT, tanggal 17 April 2012; dalam perkara Pilkada Kabupaten Mesuji antara salah
satu pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.
b. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Nomor 146/PLW/2011/PTUN-JKT, tanggal 8 November 2011 dalam perkara Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah antara salah
satu pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.
c. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
Nomor 161/PLW/2011/PTUN-JKT, tanggal 6 Desember 2011; dalam perkara Pilkada Kabupaten Keerom antara salah satu
pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.
Dengan
demikian, maka demi kepastian hukum dan sesuai dengan asas hukum similia similiabus yang pada pokoknya
menyatakan bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa) pula,
maka sudah selayakna Pengadilan Tata Usaha Negara Jakara memeriksa dan memutus
sengketa pengujian atas SK Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang pengangkatan
dan pengesahan kepala daerah.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang menguji keputusan
Menteri Dalam Negeri RI tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah.
Meskipun demikian, agar tidak menimbulkan tumpang tindih
kewenangan maka Pengadilan Tata Usaha Negara juga harus selektif memeriksa
alasan-alasan gugatan yang diajukan dimana apabila alasan-alasan gugatan berkaitan
dengan kesalahan perhitungan suara atau kecurangan-kecurangan dalam pilkada
yang mana menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka pengadilan Tata usaha
negara harus menyatakan tidak menerima gugatan tersebut.